Home / Naskah Lokal / Penduduk Awal Kurai V Jorong

Penduduk Awal Kurai V Jorong

Berdasarkan penuturan Dt. Saribasa yang bersumber pula dari Dt. Mangulak Basa dan kemudian ditulis oleh Dt. Rangkayo Tuo, disebutkan bahwa yang mula-mula datang untuk bermukim di Kurai Limo Jorong adalah dua rombongan yang datang dari Pariangan Padang Panjang. Kedua rombongan itu yang berjumlah kurang aso saratuih (+100) orang, mula-mula menuju Tanjung Alam dalam Nagari Sungai Tarap, sesudah itu terus menuju ke suatu tempat yang bernama Padang Kurai. Disini rombongan itu kemudian terbagi dua, yaitu Rombongan Pertama menuju ke Tanjung Lasi dan Rombongan Kedua menuju ke Biaro Gadang.

Rombongan pertama, yang dikepalai oleh Bandaharo nan Bangkah, dari Tanjung Lasi terus ke Kubang Putih, kemudian terus ke hilir, berhenti di suatu tempat yang dinamai Gurun Lawik (daerah Kubu Tinggi sekarang dalam Jorong Tigo Baleh). Selanjutnya perjalanan diteruskan melalui Babeloan, berbelok ke Puhun (Barat) dan sampailah di suatu tempat yang kemudian diputuskan untuk bermukim di situ. Tempat itu oleh Bandaharo nan Bangkah dinamai Koto Jolong (Pakan Labuah sekarang, dalam Jorong Tigo Baleh). Rombongan yang datang dari arah Mudik (Selatan) ini adalah rombongan yang pertama yang sampai di Kurai Limo Jorong.

Rombongan kedua dipimpin oleh Rajo Bagombak gelar Yang Pituan Bagonjong. Ibunda Yang Pituan Bagonjong bernama Puti Ganggo Hati dan adiknya bernama Puti Gumala Ratna Dewi juga ikut dalam rombongan. Dari Biaro Gadang, yaitu dari arah Ujung (Timur), rombongan ini kemudian menuju ke suatu tempat yang dinamai Pautan Kudo (daerah persawahan di Parit Putus sekarang ini dan menjadi pusaka turun temurun Yang Dipituan Bagonjong), yaitu tempat dimana Yang Pituan Bagonjong menambatkan kudanya untuk beristirahat terlebih dahulu. Kemudian perjalanan diteruskan menuju ke suatu tempat yang dinamai Koto Katiak dan akhirnya sampai juga di Koto Jolong.

Setelah kedua rombongan berkumpul kembali maka terasa tempat permukiman tidak mencukupi untuk semua anggota rombongan, sehingga perlu diadakan musyawarah untuk bermufakat tentang pengembangannya. Dicapailah kata mufakat untuk membuat sebuah perkampungan lagi di sebelah Hilir (Utara) yang kemudian diberi nama Gobah Balai Banyak (Balai Banyak sekarang, dalam Jorong Tigo Baleh). Perkampungan ini dibatasi parit di sebelah Ujung (Timur) yang dinamai Parit Tarantang (Parik Antang sekarang, dalam Jorong Tigo Baleh) dan parit di sebelah Puhun (Barat) yang dinamai Parit Tuo (Tambuo sekarang).

Setelah beberapa lama kemudian diadakan lagi mufakat untuk memilih dan mengangkat beberapa orang menjadi Tuo-tuo yang akan mengurus kedua rombongan itu sehari-harinya. Hasil mufakat menetapkan sejumlah 13 orang yang disebut Pangka Tuo, yaitu 6 orang untuk ditempatkan di Hilir (Utara) dan 7 orang untuk ditempat-kan di sebelah Mudik (Selatan) dan masing-masingnya diberi gelar Datuak. Semua Pangka Tuo tersebut adalah saadaik salimbago (berada dalam satu kelembagaan) yang disebut Panghulu Nan Tigo Baleh. Dari nama kelembagaan tersebut maka daerah pemukiman itu kemudian diberi nama Tigo Baleh (Tiga Belas).

Adapun 6 orang Pangka Tuo yang di Hilir (Urang Nan Anam) adalah:
Dt. Gunung Ameh / Dt. Indo Kayo
Dt. Mangkudun
Dt. Panduko Sati
Dt. Sikampuang
Dt. Mangulak Basa
Dt. Sari Basa

Sedangkan 7 orang Pangka Tuo yang di Mudiak (Urang Nan Tujuah) adalah:
Dt. Rangkayo Basa
Dt. Nan Adua
Dt. Mantiko Basa / Dt. Kapalo Koto
Dt. Asa Dahulu
Dt. Maruhun
Dt. Pado Batuah
Dt. Dunia Basa

Sebutan Urang Nan Anam dan Urang Nan Tujuah sampai sekarang masih tetap dipakai untuk menunjukan keutamaan gelar kepenghuluan yang bersangkutan sebagai gelar pusaka yang diwarisi dari Tuo-tuo yang mula-mula datang bermukim di Kurai Limo Jorong, terutama dalam mengatur posisi duduk dalam pertemuan adat (Lihat “Acara Adat Mendirikan Penghulu”).

Sesuai ketentuan di ranah Minang pada umumnya, perkawinan hanya diperbolehkan antar suku, sedangkan kesukuan ditentukan berdasarkan garis keturunan ibu. Jumlah suku seluruhnya ada 9 suku yaitu:

1. Suku Guci
2. Suku Pisang
3. Suku Sikumbang
4. Suku Jambak
5. Suku Tanjuang
6. Suku Salayan
7. Suku Simabua
8. Suku Koto
9. Suku Malayu

Dari hasil perkawinan antar suku tersebut, para pemukim di Tigo Baleh mempunyai keturunan yang makin lama makin banyak. Pemukiman yang semula hanya di dua tempat, yaitu Pakan Labuah dan Balai Banyak, meluas mulai dari daerah Parak Congkak, Ikua Labuah sampai ke Kapalo Koto. Akhirnya dalam Kerapatan Adat yang diadakan di Parak Congkak diputuskan untuk memindahkan sebagian pemukim menyeberangi parit Tambuo ke sebelah Puhun (Barat), untuk membuka tempat-tempat pemukiman baru.

Sistem Pemerintahan Menurut Adat Kurai Limo Jorong

Seluruh daerah pemukiman, termasuk Tigo Baleh, kemudian diberi nama Kurai dan dibagi menjadi 5 bagian, masing-masing disebut Jorong atau Nagari (sehingga disebut juga Kurai Limo Jorong). Kelima jorong tersebut masing-masing kemudian diberi nama:

1. Jorong Mandiangin
2. Jorong Guguk Panjang
3. Jorong Koto Salayan
4. Jorong Tigo Baleh
5. Jorong Aur Birugo

Dalam Kerapatan Adat tersebut juga diputuskan bahwa tatkala sebagian dari Panghulu nan Tigo Baleh akan meninggalkan Tigo Baleh maka kelembagaan tersebut terbagi menjadi 2 bagian yaitu Panghulu nan Tigo Baleh di Dalam dan Panghulu nan Tigo Baleh di Lua.

Panghulu Nan Tigo Baleh di Dalam adalah sebagian aggota Panghulu nan Tigo Baleh yang tetap tinggal di Tigo Baleh ditambah dengan beberapa orang Tuo-tuo sebagai penghulu yang baru, semuanya berjumlah 14 orang. Sedangkan Panghulu Tigo Baleh di Lua adalah sebagian anggota Panghulu nan Tigo Baleh yang meninggalkan Tigo Baleh, ditambah dengan beberapa orang Tuo-tuo sebagai penghulu yang baru, yang ikut pindah ke jorong-jorong yang lainnya, semuanya berjumlah 12 orang.

Selanjutnya dalam setiap Jorong diangkat masing-masing 4 orang Pangka Tuo Nagari yang secara kelembagaannya seluruhnya disebut Panghulu nan Duopuluah sebagai berikut:

1. Jorong Mandiangin
– Dt. Malako Basa suku Pisang
– Dt. Dadok Putiah suku Pisang
– Dt. Majo Labiah suku Sikumbang
– Dt. Barbangso suku Tanjuang

2. Jorong Koto Salayan
– Dt. Nan Basa suku Pisang
– Dt. Kampuang Dalam suku Koto
– Dt. Kuniang suku Guci
– Dt. Nan Gamuak suku Salayan

3. Jorong Guguak Panjang
– Dt. Nagari Labiah suku Jambak
– Dt. Pangulu Basa suku Jambak
– Dt. Majo Sati suku Tanjuang
– Dt. Subaliak Langik suku Guci

4. Jorong Aur Birugo
– Dt. Majo Nan Sati suku Guci
– Dt. Sunguik Ameh suku Pisang
– Dt. Tan Ameh suku Jambak
– Dt. Malayau Basa suku Simabua

5. Jorong Tigo Baleh
– Dt. Mangkudun suku Guci
– Dt. Indo Kayo Labiah suku Pisang
– Dt. Rangkayo Basa suku Sikumbang
– Dt. Nan Adua suku Koto

Selang beberapa lama kemudian terbentuklah secara mufakat Penghulu nan Duo Puluah Anam, yaitu suatu lembaga yang akan menjalankan adat di Kurai Limo Jorong. Lembaga ini terdiri dari 26 orang penghulu, yaitu:

“Penghulu nan Balimo” atau sekarang disebut Pucuak Nan Balimo
“Manti nan Sambilan” atau sekarang disebut Panghulu nan Sambilan
“Dubalang nan Duo Baleh” atau sekarang disebut Panghulu nan Duo Baleh

Disamping itu ada lagi yang disebut “Pangka Tuo Nan Saratuih”, yaitu Niniak Mamak yang di masing-masing jorong berfungsi sebagai Pangka Tuo Kubu, Pangka Tuo Hindu, Pangka Tuo Kampuang dan Pangka Tuo Banda.

Pangka Tuo Kubu dan Pangka Tuo Hindu berkuasa di tempatnya (kubu) masing-masing. Pangka Tuo Kubu yang tertinggi adalah Dt. Samiak dan Dt. Balai.

Pangka Tuo Kampuang berkuasa di kampung masing-masing, bekerja sama dengan Pangka Tuo Kubu dan Pangka Tuo Hindu. Dt. Panduko Sati (Tanjuang) adalah Pangka Tuo Kampuang yang tertinggi di Kurai.

Pangka Tuo Banda adalah terutama berfungsi di daerah persawahan, yaitu diangkat untuk mengatur secara teknis pembagian air ke sawah-sawah.

Pangka Tuo Nagari yang berkuasa penuh di Jorong (nagari) masing-masing dibantu serta bekerjasama dengan Pangka Tuo Kampuang, Pangka Tuo Kubu dan Pangka Tuo Hindu. Dalam kerjasama tersebut dipimpin oleh Penghulu Pucuak yang ada dalam Jorong yang bersangkutan.

Dengan demikian maka tingkatan kepenghuluan di Kurai Limo Jorong adalah sebagi berikut:

1. Penghulu Pucuak Nan Balimo
2. Penghulu Pucuak nan Sambilan
3. Penghulu Pucuak nan Duo Baleh
4. Empat penghulu yang dianggap termasuk Nan Duo Baleh atau Nan Duo Puluah Anam.
5. Ninik Mamak Pangka Tuo Nagari
6. Ninik Mamak Pangka Tuo Kampuang
7. Ninik Mamak Pangka Tuo Kubu
8. Ninik Mamak Pangka Tuo Hindu

Pangka Tuo Banda tidak termasuk dalam tingkatan kepenghuluan karena penghulu ini hanya mempunyai tugas dan kewajiban khusus menyangkut teknis pengairan dan tidak mempunyai wewenang dan tanggung jawab dari segi adat.

Semuanya itu disebut Niniak Mamak nan Balingka Aua yang dengan Panghulu nan Duo Puluah Anam merupakan Pucuak Bulek Urek Tunggang dalam Lembaga Kerapatan Adat Kurai Limo Jorong.

Semua penghulu disebut “nan gadang basa batuah”. Yang meng”gadang”kan adalah bako dan anak pusako, yang mem”basa”kan adalah nagari dan yang me”nuah”kan adalah anak kamanakan.

Pucuak Nan Balimo

Pucuak nan Balimo adalah pimpinan adat tertinggi di Kurai Limo Jorong yang aggotanya terdiri dari:

– Dt. Bandaharo suku Guci
– Dt. Yang Pituan suku Pisang
– Dt. Sati suku Sikumbang
– Dt. Rajo Mantari suku Jambak
– Dt. Rajo Endah suku Tanjuang

Pucuak Bulek nan Balimo diketuai oleh Dt. Bandaharo. Setiap keputusan yang telah dimufakati oleh Penghulu Pucuak nan Sembilan serta Penghulu Pucuak nan Duo Baleh mula-mula dihantarkan kepada Dt. Rajo Endah, kemudian diteruskan kepada Dt. Rajo Mantari, selanjutnya kepada Dt. Sati dan kemudian kepada Dt. Yang Pituan sebelum akhirnya kepada Dt. Bandaharo untuk diputuskan secara bulat, sarupo pisang gadang, dibukak kulik tampak isi, lalu dimakan habih-habih.

Dt. Bandaharo disebut pusek jalo pumpunan ikan, mamacik kato nan bulek. Juga dikenal sebagai nan basawah gadang.

Dt. Yang Pituan, dikenal sebagai nan batabuah larangan karena tugasnya untuk mengumpulkan / memanggil seluruh ninik-mamak / penghulu Kurai Limo Jorong untuk hadir dalam suatu acara adat, dibantu oleh Dt. Panghulu Sati dan Dt. Panghulu Basa.

Dt. Sati, dikenal sebagai nan bapadang puhun atau bapadi sakapuak hampo, baameh sapuro lancuang dan tetap di Campago, Mandiangin, sehingga disebut juga gadang sabingkah tanah di Mandiangin.

Dt. Rajo Mantari, dikenal sebagai nan baguguak panjang dan dikatakan gadang sabingkah tanah di Guguak Panjang.

Dt. Rajo Endah, dikenal sebagai nan babonjo baru (di daerah Tarok).

Panghulu Pucuak Nan Sambilan

Panghulu Pucuak nan Sambilan berfungsi untuk membulatkan keputusan hasil mufakat Panghulu nan Duo Baleh, bulek sarupo Inti, sebelum dihantarkan kepada Pucuak Bulek nan Balimo. Yang termasuk Panghulu nan Sambilan adalah:

– Dt. Pangulu Sati suku Tanjuang
– Dt. Maharajo suku Guci
– Dt. Batuah suku Sikumbang
– Dt. Kayo suku Jambak
– Dt. Sinaro suku Simabua
– Dt. Putiah suku Pisang
– Dt. Nan Baranam suku Salayan
– Dt. Bagindo Basa suku Koto
– Dt. Rajo Mulia suku Pisang

Dt. Pangulu Sati adalah pimpinan adat Panghulu nan Sambilan.

Dt. Maharajo menguatkan pimpinan adat, memimpin penyelesaian masalah-masalah adat dibantu oleh Dt. Batuah dan Dt. Kayo.

Dt. Panghulu Sati, Dt. Maharajo, Dt. Batuah dan Dt. Kayo disebut manti atau Basa Ampek Balai, yang berfungsi untuk mengambil keputusan menurut adat.

Dt. Sinaro bersama-sama Dt. Putiah mengambil keputusan menurut adat, salangkah indak lalu, satapak indak suruik, maampang tuhua mamakok mati dan buliah suruik lalu.

Dt. Nan Baranam dikenal bataratak bakoto asiang.

Dt. Bagindo Basa dikenal baparik bakoto dalam.

Dt. Rajo Mulia dikenal sebagai nan bungsu dari nan sambilan.

Panghulu Pucuak Nan Duobaleh

Panghulu Pucuak nan Duo Baleh berfungsi untuk merumuskan keputusan hasil mufakat Panghulu nan Sambilan, mamicak-micak sarupo Pinyaram, sebelum dihantarkan kepada Panghulu Pucuak nan Sambilan. Yang termasuk Panghulu nan Duo Baleh adalah:

– Dt. Malaka suku Guci
– Dt. Pangulu Basa suku Sikumbang
– Dt. Simajo Nan Panjang suku Tanjuang
– Dt. Rangkayo Nan Basa suku Jambak
– Dt. Garang suku Koto
– Dt. Bagindo suku Pisang
– Dt. Tan Muhamad suku Salayan
– Dt. Nan Angek suku Pisang
– Dt. Panjang Lidah suku Simabua
– Dt. nan Labiah suku Pisang
– Dt. Palimo Bajau suku Tanjuang
– Dt. Tumbaliak suku Guci

Dt. Malaka, Dt. Panghulu Basa, Dt. Rangkayo Basa dan Dt. Simajo nan Panjang juga disebut Basa Ampek Balai.

Dt. Bagindo, dalam acara Mendirikan Penghulu adalah penghulu yang pertama menerima bagian daging dan tidak seperti untuk penghulu yang lainnya daging tersebut dicincang terlebih dahulu. Dt. Bagindo juga berfungsi menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara penghulu-penghulu di Kurai Limo Jorong. Disamping itu setiap kali mengadakan pertemuan antara penghulu-penghulu, untuk acara apapun, Dt. Bagindo juga berfungsi menyediakan makanan/minuman. Untuk itu Dt. Bagindo mempunyai sawah paduan yaitu sawah yang hasilnya oleh Dt. Bagindo digunakan untuk membiayai penyelenggaraan setiap pertemuan tersebut. Dt. Bagindo dibantu oleh Dt. Putiah dan Dt. Rajo Mulia.

Dt. Simarajo Nan Panjang pada masa dahulu adalah penghulu yang jabatannya menguasai semua kubu-kubu di Kurai Limo Jorong dan menjagainya.

Dt. Nan Angek dan Dt. Putiah disebut urang Pisang ampek rumah.

Dt. Panghulu Basa dan Dt. Batuah disebut bagobah di Balai Banyak.

Dt. Garang dan Dt. Bagindo Basa baparik Koto Dalam.

Dt. Tan Muhamad disebut babingkah tanah dan adalah panghulu yang bungsu di antara Panghulu Nan Duo Baleh.

Termasuk juga dalam Panghulu Nan Duo Baleh adalah Dt. Batuduang Putiah (Pisang), Dt. Nan Laweh (Pisang), Dt. Asa Basa (Jambak) dan Dt Majo Basa (Jambak). Kalau ada acara meresmikan Pangka Tuo Banda secara adat, maka ke-empat penghulu ini bekerjasama satu sama lain menjadi cancang mahandehan, lompek basitumpu. Yang tertinggi atau sebagai pimpinan dalam kerjasama di antara ke-empat penghulu ini, adalah Dt. Batuduang Putih.

Acara Adat Mendirikan Panghulu

Acara adat mendirikan penghulu adalah acara adat dalam rangka “mengukuhkan” pemakaian gelar pusaka oleh seseorang yang sebelumnya telah dicalonkan menjadi seorang Penghulu/Ninik mamak sehingga untuk selanjutnya penghulu yang bersangkutan berwenang dan bertanggung-jawab melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam menjalankan adat sesuai menurut tingkatannya di Kurai Limo Jorong.

Umumnya acara adat mendirikan penghulu diadakan dalam bentuk sebuah perhelatan di sebuah Rumah Gadang yang sekurang-kurangnya berukuran tigo ruang. Rumah Gadang yang digunakan tersebut batirai balangik-langik, batabia bapaka, badulang badalamak, bacerek bacarano, baaguang batalempong, bamarawa bagaba-gaba, bapayuang-panji bapaga-jendela.

Setiap rumah gadang terdiri dari tigo ririk dan tempat duduk para penghulu diatur oleh juaro sesuai menurut kategori masing-masing penghulu sebagai Panghulu Nan Tigo Baleh, yaitu:

Ririk Satu, yaitu di sebelah biliak (ruang tidur) adalah tempat duduk yang disediakan untuk Ninik Mamak yang termasuk Panghulu Nan Anam.

Ririk Duo, yaitu sebelah pintu ke kanan adalah tempat duduk yang disediakan untuk Ninik Mamak yang termasuk Panghulu Nan Tujuah.

Ririk Tigo, yaitu di ruang tengah adalah tempat duduk yang disediakan untuk Ninik Mamak yang termasuk Panghulu Nan Anam & Nan Tujuah.

Tergantung tingkatan gelar pusaka yang akan dikukuhkan, acara perhelatan adat Mendirikan Penghulu dibedakan atas:

Mendirikan Panghulu Pucuak Nan Balimo dan atau Panghulu Pucuak Nan Sambilan

Acara ini diselenggarakan dengan memotong satu ekor kerbau dan satu ekor sapi. Daging kerbau untuk dibagi-bagikan kepada seluruh Ninik Mamak di Kurai Limo Jorong, sedangkan daging sapi untuk dimasak dan kemudian dimakan habis.

Mendirikan Panghulu Nan Duo Baleh

Acara ini diselenggarakan dengan memotong satu ekor Sapi untuk dimasak dan kemudian dimakan habis.

Mendirikan Panghulu Urek Tunggang

Acara ini diselenggarakan cukup dengan menyediakan kepala kerbau untuk dimasak dan kemudian dimakan habis.

Dilihat dari sifat dan latar belakang diadakannya, acara mendirikan Panghulu dapat dibedakan lagi sebagai berikut:

Patah Tumbuah, Hilang Baganti

Diadakan karena penghulu yang memakai gelar pusaka yang bersangkutan telah meninggal dunia. Patah tumbuah artinya dari yang patah itu tumbuh penggantinya, yaitu dari kapalo ka bahu, dari mamak ka kamanakan artinya calon penggantinya adalah generasi langsung dalam garis keturunan ibu. Hilang Baganti artinya bila tidak ada lagi generasi yang berikutnya secara langsung dari garis keturunan ibu atau disebut sudah punah, maka dicarikan penggantinya yang sagagang atau yang yang basabalahan gagang dari penghulu yang meninggal. Gelar pusaka yang bersangkutan dipakaikan kepada calon penggantinya pada waktu memandikan jenazah dan acara Mendirikan Penghulu dilkasanakan pada waktu “tanah pemakaman masih merah”. Acara ini dilaksanakan menurut adat disebut sasukek hanguih, sarandam basah, artinya “perhelatan sekali habis”.

Hiduik Bakarilahan, Mati Batungkek Budi

Diadakan karena penghulu yang memakai gelar pusaka yang bersangkutan, oleh karena sesuatu hal perlu diganti atau dipindahkan gelarnya kepada orang lain. Hiduik bakarilahan artinya penghulu yang bersangkutan sudah tidak kuasa lagi memikul tugas dan tanggung-jawab menjalankan adat, bukik nan didaki alah tinggi, lurah nan dituruni alah dalam. Acara perhelatannya menurut adat balapiak basah badaun cabiak (seperti perhelatan menyempurnakan penghulu). Yang dimaksud mati batungkek budi adalah dari mamak ke kemenakan atau ke cucu dan seterusnya dari garis keturunan ibu. Acara perhelatannya sama dengan acara perhelatan patah tumbuh hilang baganti.

Gadang Balega, Pusako Basalin

Yang dikatakan gadang balega yaitu kalau seorang penghulu telah sempurna menurut adat (telah “berhelat”), kalau dia meninggal maka gelar pusakanya dipakaikan kepada legarannya. Yang dikatakan pusako basalain yaitu kalau seorang penghulu meninggal maka harta pusaka peninggalannya jatuh kepada warisnya menurut adat. Acara perhelatannya menurut adat cukup sesuai rukun dan syaratnya seperti perhelatan menyempurnakan penghulu.

Gadang Samparono, Tungkek Badiri

Yaitu bilamana seorang penghulu pucuak telah sempurna menurut adat (telah “berhelat”), maka didirikan tungkek sebagai pengganti. Kalau penghulu yang bersangkutan meninggal maka tungkek tersebut dipakaikan kepada legarannya. Acara perhelatannya sama seperti perhelatan gadang balega pusako basalin.

Lamah Bapandano, Condong Bapanungkek

Yaitu bilamana seorang penghulu, oleh karena sesuatu hal, tidak dapat menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai penghulu, maka penghulu yang bersangkutan boleh mewakilkannya kepada kemenakan atau cucunya, akan tetapi wewenang dan tanggung jawab adat tetap dipegang oleh penghulu yang bersangkutan. Acaranya boleh dengan perhelatan besar atau kecil asal balapiak basah badaun cabiak.

Mambangkik Batang Tarandam

Yaitu memakaikan gelar pusaka yang sudah lama tidak dipakai. Perhelatannya boleh besar atau kecil atau cukup dengan bertahlil saja.

Sumber :

http://unimolly.multiply.com/reviews/item/3

About minangheritage

Minangkabau Heritage adalah sebuah gerakan konservasi Warisan Budaya Minangkabau yang berangkat dari kesadaran akan perlunya portal open data dengan sumber terbuka yang bertemakan Kebudayaan Minangkabau. Proyek ini diselenggarakan secara gotong royong baik dari sisi teknis, penyuntingan naskah dan pelbagai kegiatan lainnya. Saat ini ada 3 Sub Tema besar yang sedang dikerjakan yaitu : Sejarah Minangkabau, Budaya Minangkabau, Warisan Minangkabau. Ingin berpartisipasi ? Silahkan kirim file, naskah, dokumen anda melalui menu yang tersedia atau kiri email beserta lampiranya ke [email protected]

Check Also

Raja Siguntur Daulat Tuanku Seri Alam Khalifah Allah Fil Alam Jauhan Berdaulat Sah Terusan

Pasal pada ini menyatakan, maka datanglah Tuanku dari Negeri Indu (Indra) Puru (Pura), berlayar dengan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *